Oleh: Faidul Hidayati Siska Ginting
Hari ini bahagia benar-benar melingkupi rongga dada. Bertemu sesama ikhwah memang selalu mampu meniup bara. Benarlah ungkapan yang menyatakan bahwa orang sholih dapat menularkan kesholihannya meski hanya dengan bertatap muka. Orang sholih itu adalah ketika kamu melihatnya maka kamu mengingat Allah.
Apa yang dirasakan Zainab Al-Ghazali ketika dipenjara dalam ruang teramat sempit di Mesir, tadi kurasakan juga, meski tak sampai seujung kuku. Jika Zainab merasa bertambah imannya ketika mendengar suara bersin yang diyakininya adalah suara bersin Sayid Quthb, maka tadi aku pun merasakannya. Bahagia benar-benar membuncah saat bisa menatap salah satu qiyadah Indonesia, Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq. Bertambah sumringah saat di belakang beliau turut pula Ustadz Tifatul Sembiring dan Ustadz Chairul Anwar (yang membuat saya bertekad harus membuat buku tentang sejarah dakwah).
Subhanallah, walhamdulillah, Allahu akbar.. semangat bertambah berlipat-lipat, pikiran menjadi lebih terang dan hati pun bahagia sekali. Padahal saat itu baru sampai tahap melihat beliau berjalan di depan mata, belum berkata apa-apa...subhanallah. Rasa-rasanya ingin kuserap sebanyak mungkin energi positif yang mereka pancarkan. Menyedot banyak-banyak semangat yang mereka tularkan. Maka saya pun tulis ulang beberapa taujih dari Ustadz Luthfi dan Pak Tif…
Ustadz Luthfi mengingatkan bahwa kita tidak boleh mendikotomikan antara Ishlahul mujtama' dan ishlahul hukumah. Tidak ada dikotomi dalam dakwah. Rasulullah dan para sahabat ra pun tidak pernah mendikotomikan dakwah.
Mari kita renungi kembali sirah Rasulullah saw. Habibullah dan sahabat-sahabatnya mengajak tiap pimpinan Negara untuk berislam. Jika raja/kisra/pimpinan itu menolak, maka diminta untuk membebaskan yang tertindas di negeri tersebut. Jika ditolak juga, barulah setelahnya pengumuman perang dikumandangkan.
Setelah itu siapakah yang ditunjuk Rasulullah saw sebagai pemimpin? Tentu saja para da'i-da'i terbaiknya, binaan-binaannya yang tangguh. Pemimpin yang memahami Islam secara kaffah. Artinya sangat tidak tepat jika kita menganggap da'i tidak boleh menjadi pemimpin negeri.
Jika kita sudah menyadari bahwa dakwah kita juga mengikuti dakwah Rasulullah. Kita meyakini bahwa yang kita lakukan selama ini adalah upaya-upaya kita mencontoh Habibullah. Harus yakin betul bahwa kita adalah kelompok yang berusaha keras menjadi sholih dan mensholihkan orang lain. Ada beberapa ketentuan yang harus kita yakini;
1. Dalam berkompetisi kita harus yakin bahwa tiada kemenangan kecuali kemenangan yang murni datang dari Allah. Tidak boleh bercampur-campur keyakinan ini. Tidak boleh ada keraguan. Jika kita masih berpikir kemenangan itu ada campur tangan lain, maka Allah akan cabut kemenangan itu. Bukti keyakinan kita yang tiada bercampur itu adalah adanya ta'yid robbani. Karena kita sadar kemenangan itu datang dari Allah, maka kita pun terus mendekat kepadaNya.
2. Kita harus yakin bahwa Alah akan memberikan kemenangan kepada orang-orang yang murni tujuannya untuk menegakkan kalimat Allah. Murni iqamatillah. Jika ada bisikan-bisikan lain dalam tiap usaha dakwah kita. Jika ada bersitan-bersitan kepentingan lain dalam dakwah kita. Mohon ampunlah. Jangan sampai kita mengikuti rayuan dunia itu sehingga Allah meng-exclude kan kita dari panggung dakwah. Karena kita tahu betul bahwa Allah akan tetap menangkan dakwah, dengan atau tanpa kita. Untuk memurnikan niat dalam berdakwah ini, dibutuhkan azzam dan himmah yang kuat. Biar godaan-godaan itu tidak melemahkan. Agar kita tidak dikeluarkan Allah dari panggung dakwah maka kita harus benar-benar berjuang dengan segala potensi yang kita miliki. Laksanakan sa'yul basari. Penuhi faktor-faktor kemenangan secara duniawi. Jika poin pertama kita tingkatkan kualitas hubungan dengan Allah. Maka poin ini kita juga harus meningkatkan kapasitas dan kapabilitas upaya dakwah kita. Lejitkan potensi kita untuk kemaslahatan dakwah.
3. Yakinlah akan datang pertolongan Allah. Allah telah berjanji akan menolong orang-orang yang menolong agamaNya. Kita juga harus ingat bahwa dosa-dosa pribadi kita bisa saja menyebabkan tertundanya pertolongan Allah. Contoh misalnya penyakit ujub. Padahal di hadist qudsi Allah berkata dengan jelas bahwa kebesaran dan kesombongan itu adalah pakaian Allah. Barangsiapa yang sombong maka akan dihinakan Allah. Jika tawadhu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. Siapa yang lembut dalam bermuamalah maka akan banyak pengikutnya.
Kesombongan selalu membawa kehancuran. Lihat saja Belanda yang sangat pongah sampai-sampai berani berkata,'jika negeri lain adalah negeri yang diciptakan Tuhan, tapi kami menciptakan negeri kami sendiri. Kami yang mengatur air di lautan hingga bisa ditinggali. Kami membangun dam. Tiada andil Tuhan dalam negeri kami.' Maka Allah pun membuat Belanda banjir besar di akhir abad 20.
Maka ikhwah penuhi saja poin satu dan dua, maka poin ketiga akan menyertai. Ikuti sunnah robbaniyah dengan mendekatkan diri pada Allah dan penuhi juga sunnah kauniyyah dengan melejitkan potensi dan mujahadah dakwah, maka pertolongan Allah akan datang segera. Contoh Ibrahim as yang diminta membangun Ka'bah di gurun tak berpenghuni Mekkah. Lalu Allah pun memerintah agar Ibrahim menyeru orang-orang untuk mengunjungi Ka'bah. Ibrahim sebenarnya bingung, kepada siapa ia akan menyeru padahal lembah itu berpenghuni pun tidak. Tapi Allah berkata, serukan saja hai Ibrahim. Dan kini kita pun menjadi saksi betapa ramainya Ka'bah jika musim haji tiba.
Maka ikhwah, laksanakanlah segala perintah, dekatkan diri pada Allah, bekerja terus saja, masalah kekurangan dan kesulitan, biar Allah yang menambahkan dan memudahkan. Saat kita terus sa'yun basari, melakukan segala perintah dengan bermujahadah, maka insya Allah orisinalitas dakwah akan terjaga.
Orang-orang banyak berbisik meragukan dakwah kita dengan melihat kejadian di Jakarta. Apa kita tidak mempelajari sirah, bukankah Rasul saw juga tidak selalu menang dalam peperangan? Ada masa beliau kalah, dicaci-maki, dilempari kotoran, dilempari batu hingga berdarah-darah. Saat dakwah di Thaif misalnya yang begitu memilukan hati. Namun kejadian itu bukan melemahkan Rasulullah, tapi justru menguatkan. Membuat Muhammad saw semakin mendekat memohon kekuatan pada Allah swt. "Allah, aku tidak peduli apa yang terjadi padaku. Apakah aku akan dihajar musuh atau kembali pada kerabat. Aku tidak peduli apapun yang terjadi. Asal jangan Engkau murka padaku." Begitu Rasulullah saw curhat kepada Allah.
Jadi konsolidasi pertama yang harus kita bangun adalah konsolidasi kepada Allah. Koalisi kepada Allah haruslah mendahului koalisi-koalisi lain. selalu minta kekuatan dan petunjuk kepadaNya. Karena hanya Alah tempat berpegangan yang paling kuat.
"Siapa yang bersandar pada ketokohan, ia akan hancur. Siapa yang bersandar pada harta maka ia akan kekurangan. Siapa yang bersandar pada akal, maka ia akan sesat." Maka jelaslah hanya Allah tempat kita berpegang teguh.
Konsolidasi selanjutnya adalah konsolidasi ikhwah. Jangan pernah nodai ukhuwah. Jangan su'udzon terhadap saudara kita. Hak minimal yang harus kita penuhi terhadap ikhwah adalah senantiasa husnuzhan kepadanya. Ingatlah ikhwah, menodai ukhuwah bisa jadi membuat Allah palingkan kemenangan. Jangan pernah izinkan hati untuk iri dengki apalagi sakit hati kepada saudara sendiri.
Kita itu jundullah. Tentara Allah. Tentara itu, rijal itu, tahan banting. Kalau dibanting ia jatuh, namun bangkit lagi dan bisa membanting. Rijal itu tahan banting, bisa membanting, tidak akan pernah berubah aqidah, tidak akan merubah fikrah dan tidak juga merubah akhlakul karimah. Dengan siapa pun ia berbaur. Jadi tidak perlu khawatir. Apa guna tarbiyah bertahun-tahun jika digoda sedikit saja sudah berubah fikrah. Masa iya berbaur sedikit saja akhlak terpuji pun dilupa.
Ingat surat Al-Fath bahwa kemenangan nyata itu disebabkan konsolidasi kita dengan Allah. Kalaupun masih ada kurang-kurang, banyak-banyaklah beristighfar, biar Allah yang menyempurnakan. Jika kita bisa dengan baik berkonsolidasi dengan Allah dan ikhwah, maka dengan siapa pun kita bisa mewarnai dengan nilai-nilai dakwah.
Allahummanshur dakwatana wa baligh ukhuwatana Yaa Allah..
Allah, jadikan kami orang-orang yang menepati janji...
Jadikan kami orang-orang yang selalu berkontribusi sebaik yang kami mampu...
Jadikan kami orang-orang yang segera memuhasabah lalu memperbaiki diri.hingga kami pantas mengemban risalah ini. Menjadi rahilah-rahilah-Mu, yang selalu meringankan beban bukan malah menambah. Biar kami bisa selalu menjadi jundiMu yang berarti, bukan sekadar menambah deretan nama tanpa kontribusi.
Nangro Aceh Darussalam, Januari 2013
Faidul Hidayati Siska Ginting
1 komentar :
Assalammu'alaikum wr.wb. Tata ya panggilannya? Saya Siska. lagi iseng aja searching nama sendiri di google,trs nemu tulisan lama saya yg kamu kutip. Makasi ya udah mau membaca tulisan saya. Salam kenal..
Posting Komentar